Wednesday, December 21, 2011

Fatwa MUI Tentang Ucapan "Selamat Natal"

(1)Setiap menjelang tanggal 25 Desember, kita umat Islam sering menghadapi pertanyaan seperti di atas. Tanpa mengurangi rasa hormat kita kepada saudara-saudara kita umat Kristiani, sebagai seorang Muslim saya wajib mengingatkan bagi sesama Muslim dan Muslimah bagaimana seharusnya kita beriskap pada saat umat Kristiani merayakan hari keagamaan mereka.
Bagi saudara-saudara saya sesama Muslim, tapi mempunyai pandangan yang berbeda, dalam arti bahwa hanya sekedar mengucapkan “Sekamat Natal” tidak apa-apa, seperti pendapat teman-teman dari Jemaah Islam Liberal (JIL) dan kelompok yang sepaham dengan itu, termasuk Din Syamsyuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah, silahkan saja. Perlu diketahui bahwa tidak semua anggota Muhamamdiyah sependapat dengan Ketua Umum mereka.

Diantara masa;ah yang sering diperdebatkan setiap akhir tahun adalah ucapan “Selamat Natal”. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil. Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.

Ada dua pendapat didalam permasalahan ini :
1. Yang Berpendapat Haram Hukumnya
Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh:
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.

2. Yang Membolehkan Ucapan “Selamat Natal”
Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal. Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya.
Yusuf al Qaradhawi membolehkan pengucapan itu apabila mereka (umat Nasrani) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum Muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah SW, tapi dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah:
Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah SWT, “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)
Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum Muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum Muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : “Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib.
Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya:“Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)
Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.
Tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi SAW telah menerima berbagai hadiah dari non Muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum Muslimin seperti minuman keras, daging babi dan lainnya.
Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar Kaoro, Mesir, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. 

Fatwa Majelis Ulama Imdonesia (MUI) (selengkapnya)
MUI tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :
1. Umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
2. Umat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.
3. Umat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
4. Barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
5. Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: “Tidak”.
6. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
7. Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.

Kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
  1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS,, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari maslah yang diterangkan di atas.

  2. Mengikuti acara Natal Bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.

  3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Mengucapkan Selamat Natal dalam Keadaan Darurat
Di antara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah SWT: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah)
Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan) dari Allah SWT untuk membina hubungan baik dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hal itu terjadi di awal-awal islam untuk menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya.” (HR. Muslim)

0 comments:

Post a Comment