(1)Setiap
menjelang tanggal 25 Desember, kita umat Islam sering menghadapi
pertanyaan seperti di atas. Tanpa mengurangi rasa hormat kita kepada
saudara-saudara kita umat Kristiani, sebagai seorang Muslim saya wajib
mengingatkan bagi sesama Muslim dan Muslimah bagaimana seharusnya kita
beriskap pada saat umat Kristiani merayakan hari keagamaan mereka.
Bagi
saudara-saudara saya sesama Muslim, tapi mempunyai pandangan yang
berbeda, dalam arti bahwa hanya sekedar mengucapkan “Sekamat Natal”
tidak apa-apa, seperti pendapat teman-teman dari Jemaah Islam Liberal
(JIL) dan kelompok yang sepaham dengan itu, termasuk Din Syamsyuddin,
Ketua Umum PP Muhammadiyah, silahkan saja. Perlu diketahui bahwa tidak
semua anggota Muhamamdiyah sependapat dengan Ketua Umum mereka.
Diantara masa;ah yang sering diperdebatkan setiap akhir tahun adalah
ucapan “Selamat Natal”. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam
penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan
yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.
Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam
wilayah aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada
pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai
nash-nash syar’i.
Ada dua pendapat didalam permasalahan ini :
1. Yang Berpendapat Haram Hukumnya
Ibnu
Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz,
Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya
seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa
mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini
adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi
adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam
pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan
mereka dan ini diharamkan.
Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh:
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka
juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir,
menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi
berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak
menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka,
tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi
penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.
2. Yang Membolehkan Ucapan “Selamat Natal”
Jumhur
ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal. Di
antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan
kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama
orang-orang Nasrani atau yang lainnya.
Yusuf
al Qaradhawi membolehkan
pengucapan itu apabila mereka (umat Nasrani) adalah orang-orang yang
cinta damai terhadap kaum Muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan
khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti :
kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini
termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah SW, tapi
dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah
swt :Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah:
Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah SWT, “Apabila
kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah
memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)
Lembaga Riset dan Fatwa Eropa
juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk
orang-orang yang memerangi kaum Muslimin khususnya dalam keadaan dimana
kaum Muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai
dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : “Tidak
dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas
perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang
tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib.
Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya:“Padahal
mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang
mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)
Kalimat-kalimat
yang digunakan dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak
mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridho dengannya. Adapun
kalimat yang digunakan adalah kalimat pertemanan yang sudah dikenal
dimasyarakat.
Tidak
dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya
Nabi SAW telah menerima berbagai hadiah dari non Muslim seperti al
Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan
persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum Muslimin
seperti minuman keras, daging babi dan lainnya.
Diantara
para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id,
ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar
Kaoro, Mesir, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas
Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho.
Fatwa Majelis Ulama Imdonesia (MUI) (selengkapnya)
MUI tahun
1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan
dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al
Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :
1.
Umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat
agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah
keduniaan.
2. Umat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.
3.
Umat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin
Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang
lain.
4.
Barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu
mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan
musyrik.
5.
Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu
di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam)
sebagai Tuhan. Isa menjawab: “Tidak”.
6. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
7.
Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang
syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak
kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
Kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
- Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS,, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari maslah yang diterangkan di atas.
- Mengikuti acara Natal Bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
- Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Mengucapkan Selamat Natal dalam Keadaan Darurat
Di antara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah SWT: “Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah)
Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan) dari Allah SWT untuk
membina hubungan baik dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum
mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hal itu
terjadi di awal-awal islam untuk menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah
kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila
kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah
jalannya.” (HR. Muslim)
0 comments:
Post a Comment