Hukum Kifarat
Hukum
kifarat adalah wajib. Hal ini berdasarkan pada beberapa ayat dan hadis
yang terkait dengan beberapa pelanggaran yang dilakukan sahabat nabi dan
ketika mereka mengadukan kepada rasulullah saw tentang hal itu
rasulullah saw memerintahkan untuk membayar kifarat.
Perbuatan-perbuatan yang harus dibayar dengan Kifarat dan bentuk kifaratnya:
1. Hubungan
suami isteri dibulan Ramadhan disiang hari atau sengaja makan minum
siang hari dibulan Ramadhan tanpa uzur seperti sakit atau musafir. hal
ini berdasarkan hadis,
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه
والسلام فَقَالَ هَلَكْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ وَمَا أَهْلَكَكَ قَالَ
وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى فِى رَمَضَانَ قَالَ هَلْ تَجِدُ مَاتَعْتِقُ
رَقَبَةً قَالَ لاَ فَهَلْ تَسْتَطِيْعُ اَنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ
مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لاَ فَهَلْ تَجِدُ مَا تُطْعِمُ سِتِّيْنَ
مِسْكِيْنًا قَالَ لاَ قَالَ ثُمَّ جَلَسَ فَأُتِيَ النَّبِيُّ صلى الله
عليه والسلام بِعَرَقٍ فِيْهِ تَمْرٌ فَقَالَ تَصَدَّقْ بِهَذَا قَالَ
اَفْقَرَمِنَّافَمَا بَيْنَ لاَ بَتَيْهَا أَهْلُ بَيْتٍ أَحْوَجُ اِلَيْهِ
مِنَّا فَضَحَكَ النَّبِيُّ صلى الله عليه والسلام حَتَّى بَدَتْ
اَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ اِذْهَبْ فَاطْعِمْهُ أَهْلَكَ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Nabi saw,
lalu mengatakan : “Saya telah binasa, ya Rasulullah! Nabi berkata :
“Apakah yang menyebabkan engkau binasa?” Dia menjawab: “Saya telah
bersetubuh dengan isteri saya dibulan Ramadhan” Nabi bertanya: “Adakah
engkau mendapatkan (uang) untuk memerdekakan hamba sahaya?” Dia
menjawab: “Tidak!” Nabi bertanya: “Sanggupkah engkau puasa dua bulan
berturut-turut?” Dia menjawab: “Tidak!” Nabi bertanya: “Adakah engkau
mendapatkan (makanan) untuk memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia
menjawab: “Tidak!” Kemudian orang itu duduk. Lalu dibawa orang kepada
Nabi sebuah keranjang yang berisi korma. Nabi berkata: “Sedekahkan ini!”
Dia menjawab: “Kepada orang yang lebih miskin dari kami? Tidak ada dari
penduduk Madinah, keluarga rumah tangga yang lebih memerlukannya dari
kami. Lalu nabi tertawa sehingga kelihatan gigi taring beliau. Kemudian
Nabi berkata: “Pergilah dan beri makanlah keluargamu dengan ini!”(HR. Muslim)
Dari
hadis di atas bagi seseorang yang sedang berpuasa dan melakukan
hubungan suami isteri disiang hari atau makan dan minum siang hari pada
bulan ramadhan tanpa uzur maka kifaratnya adalah:
a. Memerdekakan budak.
b. Puasa dua bulan berturut-turut.
c. Memberi makan enam puluh orang miskin.
Adapun
tata cara pelaksanaan kifaratnya adalah Menurut pendapat Hanafi,
Syafi’i dan Hanbali bahwa kifarat ini mesti dilaksanakan secara tertib,
Maksudnya, pertama mesti memerdekakan budak, jika tidak mampu baru boleh
pindah kepada kifarat yang kedua, puasa dua bulan berturut-turut, jika
tidak mampu juga baru boleh pindah kepada kifarat yang ketiga, memberi
makan enam puluh orang miskin. Di mana kifarat tersebut harus
dilaksanakan bagi yang mampu atau tidak mampu dan bagi yang tidak mampu
tanggungan kifarat tersebut ditunggu sampai mampu.
2. Berjima atau melakukan hubungan suami isteri saat isteri sedang haid,
Adapun
mengenai berjima saat isteri haid, Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul
Mujtahid (jilid I: 43) menjelaskan ada perbedaan ulama fikih dalam
menghukumi berhubungan badan saat isteri sedang haid. Jumhur ulama
diantaranya Imam Malik, Imam As-Syafii dan Imam Abu Hanifah menjelaskan
cukup bagi pelakunya untuk bertobat kepada Allah swt dengan beristigfar
dan tidak dihukumi adanya perintah bersedekah. Berbeda dengan Imam Ahmad
bin Hanbal yang menganjurkan bersedekah dengan satu dinar atau setengah
dinar.
3. Menzhihar isteri,
Zhihar
Secara bahasa berarti punggung. Sedangkan menurut istilah syar’i, kata
zhihar berarti suatu ungkapan suami kepada isterinya, ”Bagiku kamu
seperti punggung ibuku” dengan maksud dia hendak mengharamkan isterinya
bagi dirinya. Maka barang siapa yang menzhihar isterinya maka ia harus
membayar kifarat, adapun kifaratnya adalah:
a. Memerdekakan hamba sahaya/ budak.
b. Puasa dua bulan berturut-turut.
c. Memberi makan kepada enampuluh miskin.
Hal ini berdasarkan firman Allah swt,
}وَالَّذِينَ
يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا
فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ
بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ
فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ} ]المجادلة-3-4 [
“Orang-orang
yang mendzihar isteri maka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa
yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak
sebelum kedua suami-isteri itu bercampur. Demikianlah
yang diajarkan kepada kamu, dan Allah swt mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib
atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur.
Maka siapa yang tidak kuasa (wajib atasnya) memberi makan 60 orang
miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya.
Dan itulah hukum-hukum Allah swt, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan
yang amat pedih.” (QS. al-Mujadalah [58]:3-4).
4. Tidak mampu memenuhi nadzar atau melakukan sumpah palsu.
Nadzar
secara bahasa berarti mengharuskan. Sedangkan nadzar secara istilah
syariat dapat diartikan sebagai perbuatan seorang mukalaf (orang yang
telah terbebani syari’at) yang mengharuskan dirinya dengan satu bentuk
ibadah, yang mana sesuatu itu pada asalnya tidak wajib atas orang
tersebut.
Maka
bagi siapa yang bernadzar dan tidak sanggup melaksanakannya atau
melakukan sumpah palsu maka wajib atasnya membayar kifarat, adapun jenis
kifaratnya adalah:
a. Memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.atau
b. Memberikan kepada mereka(orang miskin) pakaian. Atau
c. Memerdekakan budak. Jika tidak mampu melaksanakan yang diatas maka
Puasa tiga hari.
Hal ini berdasarkan firman Allah swt,
لَا
يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ
يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ
عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ
كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ
ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ
وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah
swt tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud
untuk bersumpah, tetapi Dia akan menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kifarat (denda) melanggar sumpah
itu dengan memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa
kamu berikan kepada keluargamu atau memberikan kepada mereka pakaian
atau memerdekakan budak. Barangsiapa yang tidak sanggup melakukan yang
demikian, puasalah tiga hari. Yang demikian itu adalah kifarat (denda)
sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (tetapi kamu langgar). Dan
laksanakanlah sumpahmu. Demikian Allah swt terangkan kepadamu
hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS. al-Maidah [5]:89).
5. Mencukur rambut ketika ihram,
Yaitu mencukur rambut ketika seseorang sedang melaksanakan ibadah haji sebelum tahallul. Apabila orang yang sedang ihram mencukur rambutnya, padahal belum tahallul, akan terkena kifarat (denda), yaitu:
a. Puasa tiga hari atau
b. Sedekah kepada enam miskin atau
c. Menyembelih binatang. Silahkan pilih mana yang paling memungkinkan. Hal ini berdasarkan firman Allah swt,
....فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ....
“…barangsiapa
diantara kamu sakit atau ada gangguan di kepalanya (sehingga terpaksa
mencukur kepalanya) tebusannya dengan puasa atau shadaqah atau
menyembelih binatang…” (QS. al-Baqarah [2]:196)
6. Berburu ketika ihram.
Orang yang sedang ihram dilarang berburu. Apabila larangan ini dilanggar, wajib membayar kifarat (denda) dengan cara:
a. Menyembelih binatang sebesar binatang buruannya atau
b. Memberi makan kepada beberapa miskin atau
c. Puasa beberapa hari.
Besarnya
binatang yang disembelih, banyaknya puasa, dan banyaknya fakir miskin
yang harus diberi makan ditentukan oleh hakim yang jujur. Jadi jenis
kifarat (denda) nya bersifat pilihan, namun jumlah kifaratnya ditentukan
oleh hakim yang dinilai jujur. Hal ini berdasarkan firman Allah swt,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْتُلُواْ الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ
وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّداً فَجَزَاء مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ
النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْياً بَالِغَ
الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَو عَدْلُ ذَلِكَ
صِيَاماً لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللّهُ عَمَّا سَلَف وَمَنْ
عَادَ فَيَنتَقِمُ اللّهُ مِنْهُ وَاللّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram, barang siapa yang membunuh (binatang buruan), balasannya dengan ternak sebesar yang diburunya yang ditetapkan oleh dua orang yang adil diantara kamu yang merupakan hadyu yang diantarkan ke ka’bah atau kaffarah dengan memberi makanan beberapa orang miskin atau puasa yang seimbang dengan itu, agar dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya…” (QS. al-Maidah [5]:95).
7. Tidak mampu menyembelih hadyu.
Al-Hadyu
adalah melakukan penyembelihan binatang ternak (domba) sebagai
pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan, atau sebagai denda
karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya dalam prosesi
ibadah umrah atau haji atau bagi mereka yang memiliki kemampuan
melakukannya, atau bagi mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran
terhadap larangan-larangan tertentu dalam ibadah haji. Al-Hadyu
juga bisa mencakup segala bentuk penyembelihan binatang yang dilakukan
di Tanah Haram, baik sebagai pemenuhan dam, maupun karena hal-hal
lainnya seperti nadzar atau qurban. Bagi mereka yang melakukan Haji
Tamattu (mendahulukan umrah sebelum haji) atau haji Qiran (melaksanakan
haji dan umrah secara bersama-sama) wajib melakukan al-hadyu. Kalau
tidak melakukan al-hadyu, maka wajib membayar kifarat. Adapun bentuk
kifaratnya adalah berpuasa 10 hari, yang pelaksanaan puasanya 3 hari di
tanah Suci dan 7 hari di luar tanah suci. Hal ini berdasarkan firman Allah swt,
.... فَمَنْ
تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ
إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ....
“…Maka
bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan
haji), (maka wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi
jika ia tidak mendapatkan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila telah
pulang (ke tanah air). Itulah sepuluh hari yang sempurna...” (QS. al-Baqarah [2]:196)
8. Membunuh secara tidak sengaja.
Jika seseorang
membunuh sesama muslim dengan tidak sengaja, misalnya menabrak,
menembak binatang buruan tapi malah mengenai orang, dan lain-lain, maka
ia harus membayar kifarat (denda) dengan cara:
a. Memerdekakan hamba sahaya yang muslim sambil memberikan santunan kepada keluarga korban.
b. Melaksanakan puasa dua bulan berturut-turut.
Hal ini berdasarkan firman Allah swt,
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِناً إِلاَّ خَطَئاً وَمَن قَتَلَ
مُؤْمِناً خَطَئاً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ
إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ أَن يَصَّدَّقُواْ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّ
لَّكُمْ وَهُوَ مْؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَإِن كَانَ مِن
قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَى
أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةً فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ
شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ اللّهِ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً
حَكِيماً
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang
mukmin lain kecuali karena tidak sengaja. Barangsiapa membunuh sesama
mukmin dengan tidak sengaja, hendaklah membebaskan hamba sahaya yang
beriman serta menyerahkan diat (santunan) kepada keluarga korban kecuali
jika mereka menyedekahkannya. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang
memusuhimu, padahal ia mukmin, hendaklah (si pembunuh) memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman. Jika dia (korban) dari kaum (kafir)
yang ada perjanjian damai antara mereka dengan kamu, hendaklah (si
pembunuh) membayar diat yang deserahkan kepada keluarga (korban) serta
memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, hendaknya (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut
sebagai cara taubat kepada Allah swt. Dan adalah Allah swt Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa [4]:92).
Referensi:
1. Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim.
2. Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa nihayatul muqtashid.
Abdurrahman Juzairi, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah.
0 comments:
Post a Comment