Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari
Pertama :
Jumlah raka'at shalat Ied ada dua berdasaran riwayat Umar radhiyallahu 'anhu.
"Artinya : Shalat safar itu ada dua raka'at, shalat Idul Adha dua
raka'at dan shalat Idul Fithri dua raka'at. dikerjakan dengan sempurna
tanpa qashar berdasarkan sabda Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam"
[Dikeluarkan oleh Ahmad 1/370, An-Nasa'i 3/183, At-Thahawi dalam Syarhu
Ma'anil Al Atsar 1/421 dan Al-Baihaqi 3/200 dan sanadnya Shahih]
Kedua :
Rakaat pertama, seperti halnya semua shalat, dimulai dengan takbiratul
ihram, selanjutnya bertakbir sebanyak tujuh kali. Sedangkan pada rakaat
kedua bertakbir sebanyak lima kali, tidak termasuk takbir intiqal
(takbir perpindahan dari satu gerakan ke gerakan lain,-pent)
Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata :
"Artinya : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bertakbir dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada rakaat pertama
sebanyak tujuh kali dan rakaat kedua lima kali, selain dua takbir ruku"
[1]
Berkata Imam Al-Baghawi :
"Ini merupakan perkataan mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat dan
orang setelah mereka, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
bertakbir pada rakaat pertama shalat Ied sebanyak tujuh kali selain
takbir pembukaan, dan pada rakaat kedua sebanyak lima kali selain takbir
ketika berdiri sebelum membaca (Al-Fatihah). Diriwayatkan yang demikian
dari Abu Bakar, Umar, Ali, dan selainnya" [Ia menukilkan nama-nama yang
berpendapat demikian, sebagaimana dalam " Syarhus Sunnah 4/309. Lihat
'Majmu' Fatawa Syaikhul Islam' 24/220,221]
Ketiga :
Tidak shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam satu dzikir
tertentu yang diucapkan di antara takbir-takbir Ied. Akan tetapi ada
atsar dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu [3] tentang hal ini. Ibnu
Mas'ud berkata :
"Artinya : Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla"
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :
"(Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) diam sejenak di antara dua takbir,
namun tidak dihapal dari beliau dzikir tertentu yang dibaca di antara
takbir-takbir tersebut".
Aku katakan : Apa yang telah aku katakan dalam masalah mengangkat kedua
tangan bersama takbir, juga akan kukatakan dalam masalah ini.
Keempat :
Apabila telah sempurna takbir, mulai membaca surat Al-Fatihah. Setelah
itu membaca surat Qaf pada salah satu rakaat dan pada rakaat lain
membaca surat Al-Qamar[4] Terkadang dalam dua rakaat itu beliau membaca
surat Al-A'la dan surat Al-Ghasyiyah[5]
Berkata Ibnul Qaooyim Rahimahullah :
"Telah shahih dari beliau bacaan surat-surat ini, dan tidak shahih dari belaiu selain itu"[6]
Kelima :
(Setelah melakukan hal di atas) selebihnya sama seperti shalat-shalat biasa, tidak berbeda sedikitpun. [7]
Keenam :
Siapa yang luput darinya (tidak mendapatkan) shalat Ied berjama'ah, maka hendaklah ia shalat dua raka'at.
Dalam hal ini berkata Imam Bukhari Rahimahullah dalam "Shahihnya" :
"Bab : Apabila seseorang luput dari shalat Id hendaklah ia shalat dua raka'at" [Shahih Bukhari 1/134, 135]
Al-Hafidzh Ibnu Hajar dalam "Fathul Bari" 2/550 berkata setelah
menyebutkan tarjumah ini (judul bab yang diberi oleh Imam Bukhari di
atas).
Dalam tarjumah ini ada dua hukum :
Disyariatkan menyusul shalat Ied jika luput mengerjakan secara berjamaah, sama saja apakah dengan terpaksa atau pilihan.
Shalat Id yang luput dikerjakan diganti dengan shalat dua raka'at
Berkata Atha' : "Apabila seseorang kehilangan shalat Ied hendaknya ia shalat dua rakaat" [sama dengan di atas]
Al-Allamah Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan :
"Ini adalah madzhabnya Syafi'i, yaitu jika seseorang tidak mendapati
shalat Ied bersama imam, maka hendaklah ia shalat dua rakat, sehingga ia
mendapatkan keutamaan shalat Ied sekalipun luput darinya keutamaan
shalat berjamaah dengan imam".
Adapun menurut madzhab Hanafi, tidak ada qadla[8] untuk shalat Ied.
Kalau kehilangan shalat bersama imam, maka telah hilang sama sekali"[9]
Berkata Imam Malik dalam 'Al-Muwatha' [10]
"Setiap yang shalat dua hari raya sendiri, baik laki-lai maupun
perempuan, maka aku berpendapat agar ia bertakbir pada rakaat pertama
tujuh kali sebelum membaca (Al-Fatihah) dan lima kali pada raka'at kedua
sebelum membaca (Al-Fatihah)"
Orang yang terlambat dari shalat Id, hendaklah ia melakukan shalat yang
tata caranya seperti shalat Id. sebagaimana shalat-shalat lain
[Al-Mughni 2/212]
Ketujuh :
Takbir (shalat Ied) hukumnya sunnah, tidak batal shalat dengan
meninggalkannya secara sengaja atau karena lupa tanpa ada perselisihan
[11] Namun orang yang meninggalkannya -tanpa diragukan lagi- berarti
menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
[Disalin dari buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah,
edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan
bin Ali Abdul Hamid Al-halabi Al-Atsari hal. 23-24, terbitan Pustaka
Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]
_________
Foote Note.
[1]. Riwayat Abu Daud 1150, Ibnu Majah 1280, Ahmad 6/70 dan Al-Baihaqi
3/287 dan sanadnya Shahih. Peringatan : Termasuk sunnah, takbir
dilakukan sebelum membaca (Al-Fatihah). sebagaimana dalam hadits yang
diriwayatkan Abu Daud 1152, Ibnu Majah 1278 dan Ahmad 2/180 dari Amr bin
Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, kakeknya berkata : "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat Id tujuh kali pada
rakaat pertama kemudian beliau membaca syrat, lalu bertakbir dan ruku' ,
kemudian beliau sujud, lalu berdiri dan bertakbir lima kali, kemudian
beliau membaca surat, takbir lalu ruku', kemudian sujud". Hadits ini
hasan dengan pendukung-pendukungnya. Lihat Irwaul Ghalil 3/108-112. Yang
menyelisihi ini tidaklah benar, sebagaimana diterangkan oleh Al-Alamah
Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad 1/443,444
[2]. Lihat Irwaul Ghalil 3/112-114
[3]. Diriwayatkan Al-Baihaqi 3/291 dengan sanad yang jayyid (bagus)
[4]. Diriwayatkan oleh Muslim 891, An-Nasa'i 8413, At-Tirmidzi 534 Ibnu Majah 1282 dari Abi Waqid Al-Laitsi radhiyallahu 'ahu.
[5]. Diriwayatkan oleh Muslim 878, At-Tirmidzi 533 An-Nasa'i 3/184 Ibnu Majah 1281 dari Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'anhu.
[6]. Zadul Ma'ad 1/443, lihat Majalah Al-Azhar 7/193. Sebagian ahli ilmu
telah berbicara tentang sisi hikmah dibacanya surat-usrat ini, lihat
ucapan mereka dalam 'Syarhu Muslim" 6/182 dan Nailul Authar 3/297
[7]. Untuk mengetahui hal itu disertai dalil-dalilnya lihat tulisan
ustadz kami Al-Albani dalam kitabnya 'Shifat Shalatun Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Kitab ini dicetak berkali-kali. Dan lihat risalahku
'At-Tadzkirah fi shifat Wudhu wa Shalatin Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, risalah ringkas.
[8]. Tidak dinamakan ini qadla kecuali jika keluar dari waktu shala secara asal.
[9]. Syarhu Tarajum Abwabil Bukhari 80 dan lihat kitab Al-Majmu 5/27-29
[10].Nomor : 592 -dengan riwayat Abi Mush'ab.
[11]. Al-Mughni 2/244 oleh Ibnu Qudamah
Thursday, December 8, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment